Purpala Indonesia Official, Bukan Hanya Penikmat Alam Biasa, Namun Menikmati dan Menunjukkan Aksi Dengan Tindakan Nyata, Tidak Hanya Omongan Belaka CP : +6289621264888
Rabu, 26 Agustus 2009
Antara kota dan desa
Pagi hari ini kembali cerah. Alunan sinar sang surya menghilangkan dingin pagi ini, pagi y ang indah untukku disuatu kota yang penuh dengan keramah tamahan orangnya, senyum yang menghiasi pagi ini disetiap orang yang kutemui. Sapaan yang hangat, mengingatkan aku tentang indahnya alam desaku yang kini tinggal sebuah kenangan. Semua keramahan ini yang tak seperti biasanya. Umbaran senyum yang membuatku bahagia dengan keadaan lingkungan ini. Ku susuri pematang sawah yang masih terasa basah embuh di telapak kakiku. Ku hirup dalam-dalam udara pagi ini, diamana aku masih diperbolehkan mendapatkan kesempatan hidup sekali lagi oleh sang Pencipta yang maha agung. Kebahagian ini tentu tak akan hilag begitu saja, walau waktu telah berjalan dan beranjak siang, ditandai dengan semakin meningginya sang surya yang memberikan efek panas. Tapi banyak sekali ibu-ibu yang semangat memetik padi, padi yang menguning dan penuh dengan bulir-bulir isi. Merunduk menandakan tak sombong. Angin yang sepoi nan sejuk kembali menerpaku dan membuatku terpana. Memang aku tergolong masih baru didesa ini. Ya, setelah sekian lama aku menghilang dikebisingan kota dan keegoisan kota akhirnya aku kembali kepelukan tempatku dilahirkan. Tak bising dan tak dikejar oleh waktu. Semua dapat ku kerjakan dengan pelan dan tidak tergesa-gesa. Walau banyak pemandangan yang menggangguku. Tak seperti dulu lagi memang, telah banayak juga pohon beton yang kokh berdiri menghalau pemandangan indah desa itu tapi tak masalah. Tak sebanayk di kota yang hanya kita lihat adalah kesombongan pohon-pohon beton yang berdiri kokoh dengan luxnya menantang kita. Tapi jika kita cermati disekitarnya, kumuh tak seperti disini. Bersih dan sejuk nan asri. Jam tanganku telah menunjukkan pukul 9 pagi dan saatnya aku kembali keaktifitasku yang telah tak terurus seak 2 hari yang lalu. Kini, dengan lapanag dada dan senang hati aku kembali kegubuk ditengah persawahan itu untuk menikmati pemangdang sebelum semuanya berubah menjadi pohon beton yang kokoh nan sombong seperti dikota . . .
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar